Selasa, 12 April 2011

DPR Larang Debt Collector Disubkontrakkan



VIVAnews - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan melarang praktik debt collector yang dilakukan pihak di luar bank. Penagihan utang harus merupakan bagian integral dari suatu bank.

"Sistem outsourcing tidak boleh lagi," kata Ketua Komisi XI Emir Moeis menceritakan keputusan rapat komisi, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 7 April 2011. "Bagian penagihan mesti menjadi bagian dari bank itu. Pegawainya, pegawai mereka sendiri, tak boleh kontrak dari luar lagi."

Untuk itu, kata Emir, DPR meminta Bank Indonesia mengubah peraturan yang berkaitan dengan praktik ini. Komisi XI melihat peraturan BI itu menyebabkan munculnya kasus-kasus penagihan di luar batas, termasuk dalam kasus nasabah Citibank, Irzen Octa, yang diduga tewas setelah dianiaya debt collector.

Namun, kata Emir, "Kami tak bisa langsung ke Citibank, jadi harus lewat Bank Indonesia."

Selain itu, rekomendasi DPR lainnya adalah Bank Indonesia juga diminta memberikan sanksi maksimal dan tegas terhadap Citibank. Sementara itu, terkait kasus mantan manajer Citibank Malinda Dee yang diduga telah menggelapkan dana nasabah, DPR meminta Bank Indonesia memperketat sistem private banking. "Ini juga berlaku untuk semua, bukan hanya Citibank," kata Emir.

Rekomendasi Komisi XI ini akan dibawa ke sidang paripurna DPR. Emir berharap setelah DPR memutuskan secara resmi, tembusan keputusan ini dikirimkan ke pemerintah dan Bank Indonesia. (kd)
• VIVAnews

Tenor SBI Diubah Jadi 6 Bulan


VIVAnews - Bank Indonesia (BI) memberlakukan aturan baru jangka waktu penempatan aliran modal jangka pendek dari satu bulan menjadi enam bulan. Aturan baru ini akan mulai berlaku pada lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Mei mendatang.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan, waktu sebulan sebelum aturan diberlakukan pada Mei mendatang telah memadai. "Waktu sebulan cukup bagi semua pihak berkepentingan melakukan perubahan," kata Darmin pada konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Selasa, 12 April 2011.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya, mengatakan, perubahan aturan aliran modal jangka pendek ini tepat di tengah maraknya aliran investasi ke negara berkembang. "Ini upaya meredam inflasi impor lewat menjaga aliran ekonomi jangka pendek," tuturnya.

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A Sarwono, menambahkan, aliran dana masuk dalam jumlah besar dan cepat  akan menciptakan risiko. "SBI bukan investasi, tapi instrumen moneter. Dengan capital inflow yang terus masuk akan menguatkan rupiah," katanya. (art)
• VIVAnews

Mengapa Mata Uang Indonesia Disebut Rupiah??, Berikut Alasanya



Pernah kepikiran kalau mata uang Indonesia harus Rupiah..
Pastilah pernah kadang” tersirat di pikiran.

Nahh.. Kali ini mari kita bahas ulasan mengenai asal usul rupiah yang notabene menjadi nama mata uang Indonesia.

Perkataan “rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang India. Indonesia telah menggunakan mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata uang Gulden Hindia Belanda.

Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan Jepang sewaktu Perang Dunia ke-2, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya perang, Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang rupiah jawa sebagai pengganti.



Mata uang gulden NICA yang dibuat oleh Sekutu dan beberapa mata uang yang dicetak kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.

Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan Rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri tetapi penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat. Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai rupiah jatuh sebanyak 35% dan membawa kejatuhan pemerintahan Soeharto.



Rupiah merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi .
Satuan di bawah rupiah Rupiah memiliki satuan di bawahnya. Pada masa awal kemerdekaan, rupiah disamakan nilainya dengan gulden Hindia Belanda, sehingga dipakai pula satuan-satuan yang lebih kecil yang berlaku di masa kolonial.

Berikut adalah satuan-satuan yang pernah dipakai namun tidak lagi dipakai karena penurunan nilai rupiah menyebabkan satuan itu tidak bernilai penting.

*sen, seperseratus rupiah (ada koin pecahan satu dan lima sen)
*cepeng, hepeng, seperempat sen, dari feng, dipakai di kalangan Tionghoa
peser, setengah sen
*pincang, satu setengah sen
*gobang atau benggol, dua setengah sen
*ketip/kelip/stuiver (Bld.), lima sen (ada koin pecahannya)
*picis, sepuluh sen (ada koin pecahannya)
*tali, seperempat rupiah (25 sen, ada koin pecahan 25 dan 50 sen)
Terdapat pula satuan uang, yang nilainya adalah sepertiga tali.

Satuan di atas rupiah
Terdapat dua satuan di atas rupiah yang sekarang juga tidak dipakai lagi.
Ringgit, dua setengah rupiah (pernah ada koin pecahannya)..
Kupang, setengah ringgit..